Hendy Setio. Meninggalkan bangku kuliah untuk memulai
usaha kecil-kecilan tidak banyak dilakukan kaum muda. Butuh keberanian dan
perhitungan yang matang dalam melakukan hal tersebut. Namun, inilah jalan yang
dilakukan oleh seorang Hendy Setiono. Ia sempat mengenyam ilmu di Jurusan
Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember di
Surabaya. Kuliah ditinggalkan karena waktu itu ia melihat prospek akan bisnis
makanan Timur Tengah, yakni kebab. "Saya sangat hobi untuk berwisata
kuliner, termasuk wisata kuliner untuk makanan yang bernama kebab ini.
Kebetulan beberapa waktu silam, saya mendapat kesempatan untuk jalan-jalan ke
Qatar. Di sana banyak sekali penjual yang menjual makanan tradisional Turki
yang biasa disebut kebab di sepanjang jalan yang saya lalui. Dari apa yang saya
temui dan saya rasakan, setelah saya mencoba mencicipinya di sana, terbesit ide
untuk mencoba memopulerkan makanan ini di Indonesia,"
Kunjungannya ke negara di Timur Tengah tersebut karena
sang ayah yang merupakan operator perusahaan
minyak di negara itu. Lantas, makanan itu dibawanya ke Surabaya untuk dicoba
dikembangkan.Ternyata, langkahnya ini tidak mendapatkan dukungan penuh dari
orangtua karena bangku kuliah ia tinggalkan demi menjalankan usaha yang belum
tentu keberhasilannya saat itu. Apalagi, kata Hendy, keluarganya tidak ada yang
berlatar belakang wirausaha atau menjalankan bisnis. "Dukungan finansial
untuk modal waktu itu (pun) terbatas," ujarnya. Ia pun hanya dapat
pinjaman uang dari adiknya sebesar Rp 4 juta untuk memulai
bisnis kebab yang kini dikenal dengan Kebab Turki Baba Rafi. Nama usahanya itu
berasal dari nama depan anaknya, Rafi Darmawan. Adapun kata "baba"
yang merupakan bahasa Arab, artinya ayah. L – Lihat peluang yang ada, E –
Evaluasi Peluang itu, T – Tirukan cara yang mungkin dapat diadopsi, A – Amati
caranya dan lakukan, M – Modifikasi cara yang telah dipilih itu
Sewaktu memulai usaha itu, ia sudah berkeluarga. Istrinya
pun turut andil dalam usaha kuliner ini karena bisnis kebab sendiri awalnya
merupakan industri rumah tangga. Selain istrinya, ia pun menggandeng temannya,
Hasan Baraja,
dalam mendirikan usaha kebab Baba Rafi. "Beliau merupakan orang yang
men-support awal berdirinya Baba Rafi," kata ayah dari Rafi Darmawan, Refa
Audrey Zahira, dan Ready Enterprise ini. Niat dan modal pun tak cukup menyertai
perkembangan usaha Hendy ini. Berbekal pengalaman mengikutiseminar hingga pertemuan dengan relasi bisnis,
ia pun menciptakan moto "LETAM." "L – Lihat peluang yang ada, E
– Evaluasi peluang itu, T – Tirukan cara yang mungkin dapat diadopsi, A – Amati
caranya dan lakukan, M – Modifikasi cara yang telah dipilih itu," ujarnya.
Ia menyebutkan, moto ini sudah muncul sedari awal sebelum usaha dimulai. Dengan
semua bekal itu, tidak lantas ia mudah menjalani peruntungannya di bisnis kebab
yang kini berkembang menjadi sejumlah produk kuliner, yakni roti Maryam
Aba-Abi, Piramizza, dan Ayam Bakar Mas Mono.
Awalnya, bisnis yang dijalankannya bukan langsung
berbentuk outlet, melainkan gerobak dorong berwarna kuning. Dengan gerobak
buatan sendiri, ia pun mangkal di daerah Nginden Semolo, Surabaya. Ia ditemani
seorang karyawan. Pahit-manisnya berbisnis pun ia rasakan. Hendy pun bercerita
bagaimana ia berjualan sampai kehujanan, jatuh hingga rotinya berserakan di
jalan. "Kehujanan, jatuh, roti pun langsung klemeran di jalan," kata
Hendy. Tidak hanya sebatas itu, uang hasil penjualannya pun sempat dibawa pergi
oleh karyawan penggantinya. Kesulitan lainnya adalah mengenai masalah
pendanaan. Bunga pinjaman perbankan yang tinggi harus ia terima. Pernah ia
diberikan suku bunga kredit untuk
modal kerja hingga 18 persen. Namun, ia memaklumi dengan pemahaman bank
tentunya melihat risiko dalam memberikan modal. Untungnya, bunga tersebut bisa
terbayarkan dengan laba yang ia peroleh.
Buah manis pun akhirnya ia petik dari perjuangannya itu.
Seorang Hendy kini bisa menjabat Presiden Direktur PT Baba Rafi Indonesia (kebab Turki Baba Rafi, Roti Maryam
Aba-Abi, Nasi Goreng Kebab Baba Rafi, dan Chicken Kebab Baba Rafi), PT Piramida
Zahira (Piramizza), dan PT Panen Raya Indonesia (ayam bakar MasMono). Bahkan, pria yang tidak menyelesaikan pendidikan
strata satunya ini sampai bisa mendirikan perusahaan di Malaysia (Baba Rafi
Malaysia Sdn Bhd).
Hendy menuturkan, alasannya ia merambah Malaysia karena kulturnya yang masih serumpun
dengan Indonesia. Artinya, selera makanannya pun tidak jauh berbeda.
"Jadi, saya melihat ini ada peluang besar yang bisa saya garap bersama tim
saya dan saya berharap juga bisa sukses seperti di Indonesia," katanya.
Apa yang diharapkannya itu berbuah hasil sebuah penghargaan, yaitu menjadi
pemenang dalam Global LeadershipAwards 2011 untuk sektor makanan dan
minuman ringan di Malaysia. Penghargaan tersebut hanya satu dari deretan
penghargaan yang ia raih dari menjalankan bisnis sejak tahun 2003. Hanya dua
tahun setelah memulai usaha, ia sudah meraih penghargaan tingkat provinsi,
salah satunya ia berhasil menyabet juara pertama untuk "Entreprenur Business Plan"
dari Universitas Petra, Surabaya. Setelah itu, menyusul penghargaan dari
beberapa media nasional hingga Kementerian UKM dan Koperasi yang mengisi setiap
tahunnya.
Penghargaan internasional pun ia dapatkan, salah satunya
melalui Asia Pasific Entrepreneurship Awards 2008
dari Enterprise Asia from Malaysia tahun 2008. Minimal ada 20 penghargaan yang ia dapatkan
dari keberhasilan wirausahanya, baik dari dalam maupun luar negeri.
Pencapaiannya itu dapat dilihat dari menjamurnya gerai waralabanya. Kini, Hendy
mempunyai lebih dari 750 outlet, baik di Indonesia maupun di Malaysia, 50
outlet Roti Maryam Aba-Abi, dan 75 outlet Piramizza di seluruh Indonesia.
Restoran Ayam Bakar Mas Mono-nya pun sudah 20 buah di Jabodetabek. Usaha
waralabanya ini pun berdampak pada kebutuhan tenaga kerja yang terbilang
banyak.
Demi efisiensi, ia mendirikan Baba Rafi Academy,
yakni lembaga pelatihan untuk memenuhi kebutuhan pegawai usahanya. Pendidikan
ini diberikannya gratis bagi
lulusan SMP hingga SMU yang mau bekerja di usahanya. "Sudah gratis,
langsung kerja lagi," terang Hendy. Bahkan, dengan sembari tertawa, ia pun
menyebutkan, "Kalau saya tidak sempat wisuda, tetapi mewisuda orang."
Ini karena bagi lulusan akademi tersebut, ia mengadakan semacam wisuda
kecil-kecilan. Hasilnya, lulusannya lumayan untuk membantu kebutuhan tenaga
kerja hingga 100 orang per bulan. Bekerja sama dengan Magistra Utama, akademi
ini telah berada di delapan kota, khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Penempatan lulusannya pun di seluruh Indonesia. Untuk ke depannya, Hendy
berharap ia bisa membuka dua outlet dalam satu hari. Niatannya ini tentu akan
membutuhkan banyak pegawai. Sudah tentu usahanya ini memberikan angin segar
bagi para penganggur. Ia pun berniat terus mengembangkan bisnisnya di bidang
kuliner dengan fokus pada pasar domestik.
"Saya memang fokus saya di industri, di mana
kami memang pada pengembangan jumlah jaringan outlet dalam lima tahun ke
depan," ucap Hendy. Ia pun ingin ke depannya menggandeng banyak usaha
kecil dan menengah dengan sejumlah lini usahanya. "Manfaatin, jangan orang
luar yang masuk ke sini. Manfaatin resources local," kata Hendy, yang juga menjabat Wakil Ketua
Komite Tetap untuk Pengembangan Wirausaha di Kadin Indonesia.