Analisis atas
Peraturan Penggunaan Arm’s length Principle dalam Pengujian Kewajaran Transfer
Pricing
Perubahan
mendasar yang dilakukan oleh PER-32/PJ/2011 adalah digunakannya The Most
Appropriate Method dalam menerapkan prinsip Arm’s Length Principle dalam
transaksi hubungan istimewa. Pasal 11 ayat (3) Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-43/PJ/2010 memberikan arahan dalam menerapkan metode penentuan harga
transfer. Dalam menentukan metode harga transfer yang tepat, Wajib Pajak
harus melakukannya secara hirarkis (hierarchy of method). Dengan cara
hirarki seperti ini Wajib Pajak harus mencoba satu persatu metode transfer
pricing untuk menemukan metode yang tepat antara
lain Comparable Uncontrolled Price (CUP). Apabila
metode ini tidak cocok, maka Cost Plus Method (CPM) atau Resale
Price Method (RPM) harus dicoba berikutnya. Jika metode ini tidak tepat untuk diterapkan, maka metode yang dapat digunakan
adalah Profit Split Method (PSM) atau Transactional Net Margin
Method (TNMM).PER-32/PJ/2011 meralat pemakaian hierarchy of method ini
dan menggantinya menjadi the most appropriate method.Dengan demikian,
Wajib Pajak tidak perlu mencoba setiap metode transfer pricing secara
hirarkis tetapi langsung menggunakan metode yang tepat sesuai kondisi yang
sesuai.
Analisis atas
Penerapan Advance Pricing Agreements (APA)
Berdasarkan
adanya modus-modus operandi transfer pricing yang telah ada, dan
contoh kasusnya dalam praktek di lapangan (Asian Agri, Adaro dsb) penulis
berpendapat bahwa posisi APA harus lebih dipertegas mengingat begitu banyak
asumsi-asumsi yang harus dipenuhi agar setiap perlakuan perpajakan yang
disarankan di dalam SE-04/PJ.7/1993 tanggal 3 September 1993 menjadi valid
untuk di aplikasikan terhadap indikasi ketidakwajaran transfers pricing. Pelaksanaan APA berpedoman pada pengalaman-pengalaman
negara-negara lain yang telah menerapkannya.
Analisis
Kebijakan Dokumen, Pelaporan dan Pembukuan Transaksi Transfer Pricing
Berdasarkan
Pasal 19 PER-43/PJ/2010, Wajib Pajak wajib melaporkan transaksi yang
dilakukannya dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dalam SPT
Tahunan PPh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Seluruh Wajib Pajak Badan di Indonesia khususnya yang memiliki transaksi
hubungan istimewa dan/atau transaksi dengan pihak yang merupakan penduduk
negara Tax Heaven Country harus segera mempersiapkan diri dengan
dokumen transfer pricing.
Analisis Pemeriksaan
Pajak terhadap Transaksi Transfer Pricing
Meski terhambat
banyak kendala, Direktorat Jenderal Pajak tetap serius menindak lanjuti
kasus-kasus transfer pricing dengan terus melakukan pembenahan
internal dan menambah tenaga ahli di bidang transfer pricing. Terbaru
sudah turun Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.26 dan 27/PJ/2012 dengan
memindahkan/menyatukan perusahaan satu grup/afiliasi dalam satu KPP, satu
Seksi Pengawasan dan bila mungkin satu Account Representative untuk kemudahan
pengontrolan dan pengawasan Wajib Pajak yang berafiliasi tersebut. Dan ini
sudah berlaku per 1 April 2012. Ibaratnya Wajib Pajak yang berafiliasi sudah
disatukan dalam ‘satu meja’, jadi otoritas pajak tinggal mencocokkan Laporan
Keuangan, SPT dan dokumen-dokumen pembukuan mereka untuk dilihat jika ada
transaksi antara mereka. Bisa dibayangkan efeknya.Dengan demikian Wajib Pajak
tersebut harus hati-hati dalam “transaksi internal” mereka dalam menentukan
harga jual belinya. Namun akan lebih aman jika dapat dihindari “transaksi
internal” tersebut dengan mencari supplier non afiliasi.
Analisis
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
Treaty shopping
adalah negara ketiga memanfaatkan suatu P3B dengan cara
menggunakan penduduk dari salah satu negara pihak pada persetujuan yang
berhak menikmati treaty protection. Transaksinya biasanya merupakan
transaksi segitiga. Rekayasa treaty shopping biasanya dilakukan dengan
mendirikan suatu badan dengan tujuan khusus (special purpose vehicle/SPV)
di salah satu negara mitra P3B, atau dengan berbagai cara lainnya sebagai
suatu saluran (conduit) atas penghasilan yang diperoleh di negara
mitra lainnya. Skema yang biasa digunakan dalam melakukan rekayasa ini adalah
back to back loan.
Untuk mengatasi
penyalahgunaan tax treaty tersebut, Direktorat Jenderal Pajak kemudian
menerbitkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-61/PJ/2009 tanggal 5 Nopember
2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan
PER-62/PJ/2009 tanggal 5 Nopember 2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda serta ketentuan pelaksanaannya dengan Surat
Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-114/PJ/2009 tanggal 15 Desember 2009. Latar
belakang diterbitkannya dua Peraturan Dirjen Pajak itu karena dalam ketentuan
yang lama tidak ada standar baku perihal bentuk Surat Keterangan Domisili
(SKD) dan juga tidak diatur secara tegas mengenai penentuan beneficial
owner.
|